Jumat, 15 Juni 2012

Pepaka Manusia Jahat

Ada sebuah ceritra yang menceritrakan kejahatan seorang manusia, yang bernama Pepaka. Ia adalah seorang yang loba tamak, jahat dari kecil. Tidak pernah berbuat yang baik. Pada suatu ketika ia pergi berburu, samai sore ia tidak menemui binatang buruan. Ia melihat seekor gajah besar,seraya segera menghujani dengan panah. Panahnya bertubi tubi mengenai si gajah,lalu dengan cepat gajah itu lari untuk menghindar. Si Pepaka tak mau kehilangan mangsanya dan segera mengejar nya. Hampir saja dapat ditangkapnya, Lidahnya sudah menjulur keluar, larinya lesu sempoyongan. Nafasnya ngosngosan, untung ia bertemu dengan si macan. Ia amat marah lalu berkata,” apa sebab kamu lari ketakutan?” Sang Gajah menjawab,”Hampir saya mati dihujani panah oleh sipemburu.


Ia selalu membunuh dan mengusik binatang dalam hutan.Saya tidak berani melawan, sebab ia amat pandai memanah.”Si macan marah mendengarnya,” Kamu penakut pada manusia jahat. Percuma badanmu yang besar dan kokoh, seperti gunung berjalan,mengapa kamu sampai takut. Tak ada gunanya taringmu yang tajam dan besar,seperti senjata HyangIndra.Nah sekarang kamu lihat ,saya akan menandinginya. Sang macan segera mencari Si Pepaka. Dilihatnya si pemburu sudah letih,sedang bersandar dipohon kayu.,memangku senjata. Sang macan berjalan mengintip,bermaksud akan menerkam. Berjalan merangkak dari belakang, beruntung si Pepaka menoleh kebelakang. Dilihatnya si macan sudah siap akan menerkamnya. Suaranya meraung keras,” Hai kamu manusia jahat, yeng selalu membunuh binatang. Pasrahkan hatimu untuk ku makan. Sang Pepaka gemetar menangis, Hampir saja ia bisa dimakan,kalau tidak ada si Wenari seekor kera yang menolongnya,yang selalu melakukan dharma sadu.”Hai kamu pemburu mari ikut bersamaku!” Si Pepaka segera naik ke pohon kayu.

Kalau saja ia tidak cepat mengikuti kata si Wenari, tentu ia akan mati dimakan si macan. Si Pepaka dituntun pelan-pelan,diajak naik kepohon Bunut. Sang Macan marah seraya menjerit, matanya merah memblalak,sambil mengelilingi pohon, tangannya mengeruk tanah,Pohon bunut sepertinya kena angina deras,hingga bergoyangan,bisa-bisa akan tumbang. Sang macan semakin marah sambil menampakan taring yang tajam,seraya berkata,” Hai Wanari,jatuhkan ia, ia manusia yang jahat, kesalahannya amat banyak,selalu berbuat onar. Saya akan membunuhnya dan memakannya. Akan kukeluarkan perutnya,darahnya akan kuminum. Sang Pepaka takut gemetaran,serta berkata,” Kasihanilah aku,manusia yang sengsara kesedihan.” Niwenari menjawab,” Tuan,jangan takut, tidak mungkin saya akan menjatuhkan tuan.aya sangat kasihan melihat keadaan tuan.jangan ragu,” Sang Macan berkata,” Ih iba sang Wenari,tidak pantas kamu berteman dengan pemburu, karena pebuatannya jahat. Selalu membunuh,hatinya bertentangan dengan orang yang sadu.” Ni Wenari menjawab,” Bagaimana tingkah laku manusia yang kamu katakan jahat?” Sang Macan berkata, seraya menceritakan ceritra

Tak lama beliau dijalan. Banyak desa-desa yang dilalui,besoknya beliau sudah nyampai di Maduradesa. Pande mas dan anak istrinya sujud hormat menjemputnya. ” Hamba sangat bahagia atas kedatangan endeta, yang hamba nanti-nantikan dari dulu, hamba akan bahagia dapat sekedar membalas pertolongan pandeta, Silakan duduk dibalai-balai. Istriku pergi sediakan beliau makanan yang bersih dan suci”. Setelah bersantap sang pendeta lalu memberikan pakaian sang rajaputra kepada tukang mas sambil berkata,”Ini patut kamu yang memiliki,silahkan kamu terima.Busana mas manik utama ini ,pemberian sang macan kepadaku,yang pernah ku selamatkan dari dalam sumur.” Tukang mas situ menerima dengan senang hati.

” Ratu sang Pendeta amat besar pemberian pendeta pada hamba,orang miskin nistapa penuh dengan kesengsaraan. Sang Pandita ngandika,” Tidak usah bicara demikian. Dimana ada tempat mandi disini?” ISwarnangkara berkata,” Disini ada permandian, Kolamnya bagus berisi pancuran.disertai bermacam tumbuhan yang menawan. Sang Pendeta turun dari balai-balai lalu menuju ke taman.

Tukang mas I Swanangkara hatinya amat senang memandang dan mencermati pakain mas manik pemberian sang pendeta, seraya berkata pada istrinya,” bagaimana pendapatmu, mas pemberian sang pendeta? Coba kamu mempehatikannya! Pakain ini sepertinya hasil karya ku,yang kupersembahkan pada raden Ino yang meninggal digunung. Aku kira beliau dirampok oleh orang jahat..Bagaimana awalnya hingga sampai pada sang pendeta. Abang akan melaporkan pada sang Prabu.” ” Ah jangan begiru swamiku!, tidak baik terlalu momo (mementingkan diri ). Supaya jangan seperti ceritranya sang kera,yang bernama ni Yanti. Dulu kokoh melaksanakan brta, hingga bisa jadi widyadari Dari pemberian Betara Guru, Karena sfat momonya selalu mnguasainya ia kembali menjadi kera. Sudah jelas pikiran yang buruk,kotor akan mengantar kita kedalam kawah neraka..percayalah pada kata-kata saya ini!.Jangan lupa pada utang budi.” I Swarnangkara yang sudah dikuasai rasa momo angkara,tidak mendenarkan kata istrinya yang baik.

Lalu segera datang menghadap pada raja. Pada waktu itu sang prabu kebetulan sedang mngadakan pertemuan dib alai rung. Para punggawa dan mantra semua menghadap. Sang raja membicarakan kematian anaknya raden Ino dalam hutan dengan para mentri semua. Apa yang menyebabkan kematian anaknya masih belum jelas. Pada waktu datanglah Iswanangkara tukang mas menghadap sang raja. Ia duduk menunduk,seraya berkata,Ratu sang prabu,ini busana mas manik kepunyaan putra tuanku raja, yang meninggal sedang bercengkerma dalam hutan. Di dapatkan oleh sang pendeta. Barang kali beliau yang pura-pura sadhu buddhi,sebab banyak orang seperti pandita Baka yang jahat. Sekarang sang Pandita sedang mandi di taman sebelah timur. Sang Prabhu marah, mukanya merah mengkerut matanya merah menyala,lalu bwerkata,” Cepat kamu tangkap, beri ia hukuman yang berat,sebab perbuatannya salah besar,seperti binatang. Berbalik dari pebuatan seorang pandita.yang menyebabkan negara ini huru-hara.
Para mantri punggawa se mua datang memenuhi lapangan,berjalan tergopoh-gopoh , sampai dipermandian. Kebetulan Snag Pendta sudah selesai membersihkan diri,duduk dibawah pohon kepah yang rindang. Beliau amat suka melihat ikan yang ada dalam kolam, merebut belalang yang jatuh kekolam .Para mentri segera menangkap sang pandita seraya merebut tidak tahu masalah..” Cepat tarik seret lalu potong-potong.! Salahnya membunuh .Ikat dengan kuat.” Sang Pandita berkata,” uduh dewa apa salahku?” Para mentri berkata,” Kamu terlalu jahat,tidak sesuai dengan tingkah seorang pendeta,membunuh putra raja” Sang pendeta lalu diikat diisi duri blatung. Sang pendeta diseret ke prempatan jalan. Di sana beliau menerima hukuman penderitaan yang menyedihkan,tapi beliau tidak merasakannya,dikarenakan pikiran beliau sudah menyatu dengan Hyang Widhi. Nirbana yang telah selalu dilakukan beliau. Keadaan itu telah disampaikan kepada sang raja,tentang sang pendeta yang telah disakiti. Sang raja menghakhiri persidangan dengan para mentri,lalu kembali ketempat masing-masing. Sampai di istana Sang raja sepertinya merasa tidak enak, kerena teringat pada anaknya yang meninggal dalam hutan. Airmatanya berlinang-linang, para istri beliau kasedihan. Tidak terbilang kesedihan sang raja, semua diam termenung.

Ceritakan sang pendeta, diletakan diperempatan jalan. Banyak orang yang menonton. Semua orang sedih melihatnya. Roman muka sang pendeta pucat kaletihan,tapi tampaknya beliau tidak merasakan hal itu,karena keutamaan jnyanan sang pendeta. Banyak yang datang saling tanya,apa sebab sang pendeta dipasung diprempatan jalan. Bagaimana jadinya negara ini, karena menghukum dan menhina sang pendeta suci. Mengapa sang raja percaya laporan yang tidak benar dari tukang mas I Swarnangkara? Ia orang yang papa ,iri,dursila, tidak tahu tatakrama. ” Nanti malam saya akan datang kemari,untuk melepaskan beliau”,Yang lain menjawab, “Jangan nanti ada orang yang tahu,bisa-bisa kita dihukumnya.” Orang yang datang kebanyakan menyalahkan sang prabu.

Setelah matahari pergi keperaduannya,langit semakin gelap. Awan hitam menyelimuti langit. Hujan grimis turun, membersihkan sang pedeta, bunyi guruh seperti tangisnya langit, angin yang sepoi-poi bagaikan mengipasi sang pendeta. Hal penderitaan sang pendeta terdengar oleh sang kera ,lelipi dan sang Macan.Ketiganya mau membalas dendam, mengamuk ke dalam kota, sebagai untuk membalas budi baik sang pendeta. Ketiganya sudah setuju,untuk hidup mati bersama. Mereka berjalan menuju prempatan jalan tempat sang pendeta. Baru sampai dipinggiran kota sang macan berkata,”Kamu ular berbisa silahkan mencari tempat yang bersembunyi.Kamu yang datang ke bencingah. Saya akan menerkam dan memangsa,membabat sang prabu, meminum darah, mengeluarkan isi perutnya. Salahnya besar berani menyakiti pendeta suci. Sang Lelipi menjawab,” Hai teman,lebihbaik kamu diam disini,menjaga bahaya dari luar, saya akan masuk keistana. Sang ular lalu pergi,tidak lama iapun sudah sampai di prempatan jalan, Sang pendeta tak sadarkan diri. Berbaring ditanah, badannya dipenuhi debu,sedih sang ular berbisa melihatnya,lalu menyembah, seraya menyampaikan tujuannya datang. Sang pendeta bersenang hati, serta membenarkan dan mendoakan semoga berhasil. Sudah mohon diri lalu masuk ke istana,menjadi ular kecil, berdiam di pintu agung. Waktu kebetulan datang raden mantri dari bercengkerma,. Baru ia turun dari kuda, ular berbisa cepat menggigitnya. Terkejut aduh-aduh minta tolong. “Apa kiranya yang menggigit kaki saya. Bisanya masuk memenuhi badan. Semua tersa terbakar,” Para abdi puri berhamburan datang menolong. Ada yang mengambil lampu, lalu mencari-cari yang menggigit,tapi tidak ada yang tampak. Kemana-mana sudah dicari tapi tak ada bekasnya.

Setelah sang prabu diberi tahu tentang putranya mendapat bahaya, yang hampit menghabisi hidupnya. Sang prabu amat terkejut.demikian juga pramesuri beseta seisi istana. Sang Prabu segera keluar,bersama para pramesuri,ada yang tak berkekudung,ada yang rambutnya masih terurai. Hatinya bingung tak karuan. Sudah sampai sang Prabu lalu memeluk putranya, bersama pramesuri , badanya lemas bagaikan tak bertulang, melihat putranya terbaring gelisah aduh-aduh. Sang Prabu berkata,” Datang dari mana anaku tadi? ” Para abadi bersama menjawab,” Beliau baru turun dari kuda,lalu berjalan didepan pintuagung.Tak terduga-duga belaiu menjerit kesakitan. Sudah mendapat pertolongan,tapi tak tertolong.Sudah diperiksa,tapi yang menggigit tidak ketemu.Ada bekas pada kaki,kira-kira bekas goresan graham.” Sang prabu berkata, ” Kalau demikian kira-kira ular poleng (belang) .yang menggigitnya. Cepat cari dukun yang tertkenal,dan orang-orang pandai. Jangan lupa para dng hyang yang tahu menawar racun ular.” Yang disuruh cepat berjalan, Tidak lama berdatangan para dukun,pandita, dang hyang,bersama dengan para mentri dan ksatria. Banyak dukun sakti mengobati beliau,tapi juga tidak mampu menghilangkan racun ular itu. Sang prabu amat sedih , demikian juga pramesuri beliau, disebabkan oleh sakitnya putra beliau. Jelas tidak akan bisa ditolong. Tak ada gunanya obat penawar itu,demikian juga japa yoga semadi sang para empu danghyang, yang seperti air Gangga Sarayu, tak mampu menyembuhkan beliau.

Sakit raden Mantri bertambah keras, mengakibatkan beliau meninggal dunia. Suara isak tangis memenuhi istana. Para istri raja berguling ditanah, tiadak memperhatikan,diri yang dipenuhi debu, busana perhiasan jatuh berserakan dilantai. Hatinya remuk berantakan,seraya memelas minta tolong. Sang Prabu lesu, kesedihan,karena cobaan yang maha berat beruntun menimpa beliau. Beliau bermaksud untuk bersama mati,karena kesedihan seperti ditimbun langit. Dunia ini gelap tak bercahaya,menyebabkan sang raja tak sadarkan diri.Para mentri menangis sambil memeluk kaki beliau,seraya berkata memelas hati,”Ratu Sang Prabu, apa jadinya negara ini,kalau tuanku raja turut meninggalkan kami. Barangkali Tuhan tidak memberi rahmat kepada kami. Lebih baik kami saja yang mati dari pada tuanku raja menderita kesengsaraan terus menerus. Sri Mpu Brahmaraja yang mendampingi,lalu memercikan air amrta ,demikian juga pramesuri raja. Setelah sadar semua, perasaan beliau masih belum menentu, tidak terasa tanah dipijak,kareana sedih hati masih menguasai beleiau. Lalu memeluk jenasah putranya,serta berkata yang menyayat hati,” Anaku sang Bagus,bangunlah! Lihatlah ibumu, jangan kamu cepat pergi.Kalau kamu jadi meninggalkan ibu,apa gunanya hidup ibu ini. Kedua anak ibu tidak berhasil hidup.

Kamu sebagai mata hati ibu mendahului pergi menghadap Tuhan. Siapa yang akan mengganti menjadi raja.Rasanya tidak ada kasih Tuhan,tapi selalu memberikan kesengsaraan. Menyebabkan ibu berpisah ,bagaikan pohon angsana,rontok layu kepanasan,oleh panasnya matahari. Sekarang baru mendengar guruhnya langit, baru saja mau berbunga ,sudah ditimpa pohon,katerpa angin rebut. Tidak mungkin akan bisa tumbuh kembali. Ajak ibu turut mati, supaya ibu bisa tetap berkumpul denganmu. Nanti supaya ibu kembali bisa menjai ibumu.”
Sang Prabu mengusapi mukanya lalu berkata,”Ratu Pranda, saya amat berdosa, seperti masuk dalam kawah Gohmuka. Semuanya gelap, rasanya tidak ada dunia ini. Dimana ada ratu seperti saya. Apa yang harus saya lakukan sekarang? Setelah matinya anak saya. Maksud saya akanmeninggalkan istana ,pergi kehutan gunung yang berbahaya,supaya mati dijalan,” Sang pandita menyampaikan tentang darma ,” Ratu sang Prabu,tuanku sepatutnya tetap menjalankan swadarma (tugasa) sesuai dengan tugas ksatria, Terima semua suka,duhka, Silahkan pegang dan leksanakan darma sadu seorang raja. Sebenarnya orang yang ksatria tidak mempunyai keluarga di dunia ini,kecuali keluarga dalam diri sendiri. Itu pelajari dalam hati, karena itu akan menuntun kita ,hingga bisa mencapai kesuniatan.

Menurut pendapat saya,hal itu patut tuanku raja pikirkan” Sang Prabu berkata,” Ratu Pranda, Menurut pendapat saya tidak ada gunanya isi kitab suci itu, apa sebabnya begitu,kareana saya sudah menjalankan swadarma saya sesuai dengan bunyi sastra, dan saya tidak pernah bermasud maupun berlaku jahat. Saya tetap mendoakan keturunan saya mendapat keselamatan dan kebahagiaan. Nyatanya kesengsaraan yang kami dapatkan. Itulah yang menyebabkan saya tidak percaya pada bunyi sastra. Kesedihan saya sama dengan orang yang berbuat salah. Saya rasakan tidak ada guna dharma itu, dan perbuatan yang baik,demikian juga apa yang dikatakan dalam Agama. Itu semua saya ikuti,tapi kenyataan saya sekarang tidak hentinya dirundung kesengsaraan, penderitaan .”Sang pendeta berkata,” Tuanku maharaja jangan punya pikiran demikian. Besok buatlah homa,untuk mohon pada Hyang Bhatara, apa yang menyebabkan putra tuanku meninggal. Barangkali ada perbuatan tuanku yang menyimpang.

Sebab Hyang Agni sebagai saksi dalam perbuatan baik buruk.” Para mantra menjawab bersama,” Itu benar sekali Tuan maharaja,seperti apa yang dikatakan sangpendeta. Saya sebagai abdi tuanku raja sudah siap untuk melaksanakannya.Upakara yajnya Widhi Widana sudah hamba siapkan .” Sang Prabu mengangguk seraya berkata,” Sekarang saya berjanji,”Kalau ada orang yang bisa menghidupkan putra saya, saya akan serahkan setengah negara ini. seraya akan dijunjung dihormati “. Pramesuri ikut bicara,”Saya juga akan mengabdi pada orang yang bisa menghidupkan putra ku”
Para mentri punggawa maupun prajurit semua sudah menyiapkan upakara caru, beanten yang utama. Lampu-lampu sudah terpasang berjajar.Besoknya upakara sarpayajnya sudah siap, seperti minyak,susu,lenga dan madu,tak tertinggal periuk anyar, pucuk alang-alang yang masih muda satu gabung.bunga yang harum,buah-buahan. Sang pendeta bersiap melakukan yoga semadi, menyatukan pikiran, memuja Hyang Siwa. Api sudah berkobar -kobar, Para ular berdatangan turun dalam api, demikian juga ular bisa yang mematuk raden mantri turut datang . Ia lalu ditanyai oleh sang pendeta.,” hai kamu ular berbisa apa sebabnya kamu mematuk rahaden mantri ? sampai beliau meninggal? Beliau adalah orang yang sadu,berbeda dengan raden mantri yang meninggal dalam hutan waktu lalu.Saya tidak suka kalau beliau meninggal,sebab itu amat berbahaya sekali. Berani kepada orang yang melaksanakan kebenaran.

Pasti akan medapat papa naraka, dan kesengsaraan.” Ular berbisa berkata, dengan hormat dan menunduk,” Tidak salah apa yang pendeta katakana, hal itu patut diikuti. Perbuatan hamba itu bukan berdasarkan benci, jahat, atau berbuat sewenang-wenang, tapi hamba melakukan hal itu ,karena untuk menebus utang budi kepada Sri Yajnya Dharma Swami. Waktu lalu hamba ditolong oleh beliau. Hamba yang sedang kesedihan diangkat dari dalam sumur. Itulah sebabnya hamba membela pada orang yang melaksanakan darma. Hamba tidak lupa pada orang yang pernah memberikan pertolongan pada diri hamba. Wajar hamba membalas dengan swadarma hamba sebagai ular, tatkala beliau mendapat kesusahan. Walaupun bilangannya kecil, apalagi besar,patut tetap diingat. Kalau hal itu dilupakan ,sudah jelas akan mendapat papa neraka.apalagi kepada orang yang utama. Yang dipakai teladan oleh orang yang mengutamakan darma. Kalau ada orang yang sadu, mendapat pancabaya, dianiaya oleh penjahat, brani berbuat sawenang-wenang, tak usah diberitahu patut diberi pertolongan. Usahakan sekali ,walaupun sampai mati.

Seperti Sri Yajnya Dharma Swami,,yang sudah terkenal didunia, beliau amat suci pintar dalam yoga. Beliau juga pintar dalam weda tatwa, kalau di jagat sekala seperti Hynag Brahmaguru,. Beliau tidak bersalah mengapa diikat dan diblatungi. Beri tahu kepada Sang Prabu supaya minta maaf, seta datang menghadap kepada Sang pendeta Sri Yajnya Dharma Swami. Beliau hormati dan mohonkan bantuan,menghilangkan bisa ular itu. Pasti beliau raden Mantri akan hidup kembali..Kalau orang lain tidak mungkin akan bisa,walaupun diseluruh dunia ini,atau Hyang Trisakti tidak akan berhasil. Tidak mungkin akan hidup. Beri tahu pada raja jangan percaya kata-kata tukang mas. Orngnya kikir,jahat,tidak tahu benar salah. Raden Mantri yang mati di gunung, karena diterkam macan. Busana mas manik itu lalu diaturkannya pada sang pendeta, lalu diberikan pada tukang mas. Semuanya sudah diceritakan secara jelas kejadian lalu oleh ular berbisa itu. Sang pendeta suka mendengarkan, kata -kata ular berbisa, lalu sang pendeta mengakhiri pemujaanya. Beliau menuju tempat sang raja .

Sang Prabu yang melihat kedatangan sang pendeta, segera turun dari tempat jenasah putranya,yang didampingi pramesuri. Sang prabu memeluk kaki sang pendeta,disertai tangis yang memilukan. Sang prabu menyilahkan sang pendeta untuk duduk.Stelah duduk bersama sang prabu berkata,” Ratu Pranda, Bagaimana pawisik betara yang Ratu Pranda terima? Saya akan lakukan demi kelanjutan hidup Raden Mantri,walaupun bagaimana berat serta anehnya, saya akan sanggupi.” Sang Pendeta berkata, ” Tidak ada pawarah dari dewa,namun yang saya lihat dalam api pemujaan adalah ular berbisa. Bisanyalah yang meracuni putra tuanku. Namanya sang Ken Widuta . Putra tuanku raja tidak akan bisa hidup, karena tuaku raja berani berbuat salah momo murka dalam hati.Tidak sesuai dengan bunyi sastra yang patut tuanku laksanakan. Tuanku terlalu percaya pada kata-kata tukang mas, orang yang tingkah lakunya jahat,cemer dan senang berbohong. Tuanku raja kurang bijak, cepat marah, menyalahkan begawn Sri Yajnya Dharma Swami.yang sebenarnya orang yang sadu teguh memegang darma. Sekarang Tuanku raja,cepat menghadap padanya.Mohon belas kasihannya, Sembah beliau bersama, serta mohon maaf atas kesalahan tuan.Semoga panas hati beliau redup,serta bisa memberikan obat penawar bisa.

Hanya beliaulah yang bisa menghidupkan putra tuanku.” Demikian kata sang pendeta menceritakan dari awal sampai akhir penyampaian ular berbisa itu. Sang Prabu berkata,” Saya akan ikuti semua perintah pendeta, karena saya sudah mempercayai kata yang salah, sehingga tindakan sayapun salah juga.” Pramesuri menyela berkata,”Mari kita cepat pergi menghadap!Saya juga turut pergi,menghadap sang pendeta.” Mereka segera pergi disertai seisi istana turut menghadap. Para pendeta berjalan paling depan. Setelah sampai di prempatan jalan. Sri Ajnya Dharma Swami tampak sedang kesedihan. Semua yang datang sangat sedih melihatnya, air matanyapun tak terbendung.
Para pandita mengucapkan weda mantra, serta puja pngastuti, diiringi suara genta. Sekar ura turun dari langit,bagaikan hujan, demikian juga wija (beras) kuning,dan air cendana sudah diaturkan. ” Ya Tuhan sumber kehidupan,inti nya sunya, utamaning tutur, penjelmaan sunya, Jiwa dari segala yang hidup, Ratu adalah perwujudan hyang Siwa, kalau dalam aksara ratu adalah Ongkara,atau Adwayajnyana dalam Buddhatatwa. Tidak dua yang uttama,sakti di dunia.Iratu menjelma sebagai Sri YajnyaDharma Swami pendeta uttama. Mohon dimaafkan kesalahan sang prabu, yang hancur dalam kenerakaan, sampai beliau tidak ingat akan dharma. Tidak sesuai dengan Sastra Sarodresti. Menyalahkan sang pendeta uttama.Itulah yang kami mohonkan maaf. Lalu disiruh membuka tali pengikat beliau. Badan beliau tidak ada cacat sedikitpun,seperti bulan purnama.

Sang Prabu Maduru bersama paramesuri mengahadap dengan hormat. Semua memeluk kaki beliau, “Maafkan hamba cucu mahamuni. Bodoh bertindak salah tidak tahu tata krama, sebab diliputi sakit hati. Itulah yang menyebabkan hamba bingung,serta marah yang tak pada tempatnya.Sekarang hamba mohon kerelaan hati maharesi memberi maaf,seraya memberikan tirta amreta, menghidupi anak hamba. Ia mati karena ular berbisa,yang tidak ada orang yang bisa menghilangkan bisanya.” Pramesuri memohon dengan kata yang memelas, ” Ratu Pranda agung,Kalau sudah kembali hidup putrakami, hamba akan menghaturkan semua isi kerajaan ini. Selalu akan mengabdi pada maharesi,sesuai seperti abdi.Hamba tidak akan menolak perkataan maharsi,” Sang pendeta tidak marah seraya berkata,”Bukan itu yang menjadi tujuan seperti apa yang ratu sebutkan.” Pendeta kerajaan memohon supaya maharsi Sri Yajnya Dharma Swami segera mengobati. Sang Maharsi yajnya Dharma Swami bersama parasadu,sang prabhu, turut bersama pengiring semua. Semua mengatakan dan memuji keutamaan sang Maharsi. Ada juga yang mengatakan, bagaimana nanti nasib tukang mas yang jahat dan senang berbohong. Pasti akan habis semua keluarganya.

Sesudah tiba sang Prabu di istana,lalu naik kalantai seraya kain jenasah putranya dibuka. Baunya harum semerbak. Maharsi Yajnya Dharma Swami, segera melakukan yoga,yang amat suci uttama.Mengembalikan jiwa pramana dalam hati yang singid. Tempat Hyang atma ,lalu Raden Matri hidup kembali sebagai biasa. Tidak ada cacatnya. Sang Prabhu maupun Pramesuri amat suka,sebagai mendapat manik yang tak terbilang banyaknya. Sang Prabu segera memeluk putranya,seraya berkata,”Uduh Dewa kesayanganku,bagaikan mendapat air amreta rasa hatiku,melihat anaknda diberkahi kehidupan sebagai semula. Sekarang ayah akan menghaturkan semua isi Negara ini, sampai masyarakat,para mantri, desa-desa seluas seperempatnya pada Mahamuni. Sisanya akan dipakai untuk kesejahtraan rakyat. Raden Mantri tidak berani menolaknya dengan senang hati menyetujuinya. Sang Prabu menghormat seraya menhaturkan pada Sri Yajnya Dharma Swami, serta istana.

Sang Yajnya Dharma Swami berkata,” Uduh Ratu Sang Prabu, jangan lakukan itu.sebab memang seharusnya Ratulah yang sepatutnya memegang kendali pemerintahan, tapi tuanku raja supaya tetap ingat pada swadharma seorang raja. Sang Raja Manu patut ditiru.Jangan lupa pada isi Sastra Sarodrsti. Jangan berteman akrab dengan orang yang jahat,sebab akan mendatangkan bencana. Akan bisa masuk dalam kawah Gohmuka. Demikian juga sang pendeta akan jemu melakukan tapa,mencari jalan kebenaran.” Sang Prabu amat suka,dan membenarkan kata -kata sang Maharsi. Semua memberi hormat ,karena memperoleh isi tatwa yang utama, dari wejangan sang maharsi Yajnya Dharma Swami. Sang Prabu mengutus prajurit untuk membunuh tukang mas ISwarnangkara, sampai keluarganya semua. Para prajurit sang Prabu segera mencari I Swanangkara seraya menghabisinya sampai semua keluarganya. Banyak orang Begitulah jeleknya perbuatan manusia, seperti I Swanangkara.” Kata sang macan kepada Wenari. Saring menjarah kekayaannya,sebab banyak uang ,mas,yang diperolehnya karena mengolok-olok, mengambil bahan upahan, (pasuh) . Itulah sebabnya tukang mas disebut cendala (cacat) sampai sekarang,dan tidak pantas menjadi teman akrab orang jang susila,gunawan,maupun orang weda paraga (ahli weda).
Sumber :  http://singaraja.wordpress.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar