Pura Agung Besakih masih menyandang
konsep terdahulu, yaitu terdiri dari 18 pura pakideh (pendukung) yang merupakan
satu kesatuan prosesi ritual dengan titik pusat di Pura Penataran Agung
Besakih. Empat di antara 18 pura pakideh ini ditetapkan menyandang status
sebagai pura Catur Lokapala yang menggambarkan 4 manifestasi Tuhan di empat
penjuru angin.
Kawasan pura Agung Besakih berikut
pura pakideh ini menempati areal cukup luas dalam radius sekitar 3 kilometer
dengan Pura Pasimpangan di sisi hilir dan Pura Pangubengan di sisi hulu.
Pada Purnama Kadasa setiap tahun, di
Pura Agung Besakih diselenggarakan upacara Bhatara Turun Kabeh, sering pula
disebut sebagai Ngusaba Kadasa. Upacara ini bersamaan dengan pelaksanaan
upacara Ngusaba Kadasa di Pura Batur yang keduanya menempati simbol purusa dan
pradana dalam konsep Rwa Bhineda.
Seperti dijelaskan dalam Awig-Awig
Desa Adat Besakih, upacara Bhatara Turun Kabeh adalah akhir rangkaian panjang
dari sekitar 120 upacara besar dan kecil yang berlangsung secara berkala setiap
enam bulan dan satu tahun di 18 Pura yang termasuk dalam fungsi pura pakideh di
kawasan Pura Agung Besakih. Berbagai aci dan ngusaba di pura pakideh Besakih
ditutup dengan Tawur Labuh Gentuh di Bancingah Agung pada Sasih Kasanga.
Prosesi Labuh Gentuh ini terus
berlanjut dengan persiapan upacara hingga tepat pada Purnama Kadasa
dilaksanakan persembahan Bhatara Turun Kabeh. Berbeda dengan upacara Tawur
Agung yang mengambil tempat di Bancingah Agung, puncak upacara Bhatara Turun
Kabeh hanya dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih.
Pura Batu Madeg sebagai salah satu
dari Pura Catur Lokapala terletak di utara Pura Penataran Agung Besakih.
Disebut Pura Batu Madeg karena di pura tersebut terdapat sebuah batu yang
tegak. ''Batu madeg'' atau ‘batu ngadeg’ (bahasa Bali) diartikan batu tegak
atau batu berdiri. Pada zaman kebudayaan megalitikum, batu berdiri ini disebut
pula menhir. Meru Tumpang Sebelas dengan Batu Madeg di dalamnya inilah
pelinggih yang utama di Pura Batu Madeg tersebut.
Di Pura Batu Madeg terdapat lima
buah pelinggih Meru, berada di sisi timur areal jeroan pura, berjejer dari
utara ke selatan. Di sisi utara ada dua Meru Tumpang Sembilan. Yang paling
utara merupakan palinggih Ida Manik Angkeran sedangkan di sisi selatannya
palinggih Ida Ratu Mas Buncing. Di selatan palinggih Ida Ratu Mas Buncing
adalah Meru Tumpang Sebelas yang di dalamnya terdapat ‘batu madeg’. Meru inilah
sebagai palinggih yang paling utama sebagai stana pemujaan Batara Sakti Batu
Madeg sebagai manifestasi Batara Wisnu.
Di selatannya ada Palinggih Meru
Tumpang Sebelas berfungsi sebagai palinggih Ida Batara Bagus Bebotoh. Di sisi
paling selatan terdapat Meru Tumpang Sebelas sebagai palinggih Ida Ratu Manik
Bungkah.
Di depan Meru Tumpang Solas terdapat
palinggih Pesamuan yaitu palinggih yang berbentuk segi empat dengan enam belas
tiang berjejer dua baris. Palinggih Pesamuan ini berfungsi sebagai media untuk
secara simbolis turun ke dunia menyatunya semua kekuatan Batara Wisnu sebagai
pemelihara dan pelindung alam semesta ciptaan Tuhan. Di sebelah kanan palinggih
Pesamuan terdapat palinggih Sedahan Ngerurah dengan sebuah Lingga sebagai
pralingga pemujaan Dewa Siwa. Di sebelah Meru palinggih Ratu Bagus Bebotoh
terdapat palinggih Pepelik stana Batara Gana.Di pintu atau pamedal jeroan pura
terdapat palinggih yang disebut Balai Pegat bertiang delapan dengan dua balai
yang terpisah.
Selain upacara rutin yang
dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, di Pura Batumadeg diselenggarakan pula
upacara khusus, yaitu Usabha Siram yang dilaksanakan pada Purnama Kalima dan
upacara Aci Penaung Bayu yang diselenggarakan pada Tilem Kalima .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar